Jumat, 22 Juni 2018

Sosmed Series ~ Part 3

SOSMED — part 3

Sekitar pukul 6 pagi gue terbangun dari tidur setelah mamah menyiram air ke muka gue. "ucii!!! Banguun!! Belom sholat subuh kamu!!!" kata mamah sambil menyipratkan air, gue kebangun kaget, gue langsung lari ke kamar mandi dan 'GEDUBRAK DUMPRANG~ CESS!!' gue kepleset di kamar mandi —kejadian ini lumayan sering terjadi—.  Di saat tragedi kepleset terjadi, disana gue mencuri kesempatan untuk tidur lagi. "aduhh... Sakiit.. Tapi... Lumayan lah bisa tidur lagi 5 menit" kata gue saat kepleset dengan kesakitan tapi sekaligus bersyukur bisa lanjut tidur walaupun di kamar mandi.


Di hari minggu ini gue menjalankan hari dengan produktif. Biasanya hari minggu ga mandi tapi sekarang mandi, biasanya  hari minggu cuma tidur aja tapi sekarang bantu mamah beberes rumah, memanjakan diri dengan maskeran, cukur rambut, gunting kuku, ngorek kuping, hingga ngupil —menguras ingus dalam hidung—.


Mood gue di hari ini lagi baik  banget, mengingat kalau hari ini adalah hari minggu yang sangat indah, ya.. Hari ini adalah sehari setelah misi terlaksanakan.

Membunuh waktu demi waktu dengan penuh rasa bangga dan sedikit-sedikit tertawa jahat. 


Semua pekerjaan rumah sudah dilakukan, lantai bersih, piring kinclong, baju halus, badan mulus, gudang rapih, dan septictank wangi... Semua udah gue kerjain dan gue mulai bosan di rumah. Gue hanya bisa berbaring di kasur sembari mengkhayal suatu saat nanti.....

"Uciii~.. Ucii~.. Uciii~..". Tiba-tiba dari depan rumah temen komplex gue nyamper mengganggu gue yang sedang berimajinasi di siang bolong. Bunyok dan munet ternyata yang manggil-manggil di depan rumah gue.


FYI, intro karakter :


1. Bunyok, 1 tahun lebih tua diatas gue, ciri-ciri fisik : lumayan tinggi untuk anak kelas 5SD, kurus, kulit cokelat, rambut lurus, di komplek dia adalah jakam tingkat SD tapi gue dan munet sering denger bunyok mewek dirumahnya saat kita samper dan gaboleh main keluar sama nyokapnya hahahah.

Bunyok adalah nama panggilan komplex yg gue gatau apa artinya, sing penting bunyok wae lah dan inisial nama aslinya adalah PSW. Dia seRT sama gue yaitu RT 3/11 di komplex perumahan Bumi Cibinong Endah


2. Munet, dia ini temen sekelas gue dari kelas 1SD sampai 6SD. 

Ciri-ciri fisik : tingginya sama seperti gue, kurus, kulit cokelat, muka rata, bibir suing, dia adalah anak buah bunyok dimanapun bunyok berada pasti ada munet sampai-sampai rumahnya bersebelahan dengan rumah bunyok.

Munet adalah panggilan komplex, munet merupakan singkatan dari "Muka Netral" inisial nama aslinya adalah RNR. (di part berikut gue bakal ceritain kisah konyol munet sampai bisa dipanggil "muka netral")


gue keluar rumah dan mendatangi mereka berdua "Apaan?" kata gue. "maen kelereng ayo" ajak bunyok. "ayo aja" kata gue. Kami bertiga berjalan menuju tempat sampah beton dibawah pohon belimbing. Yup, disanalah biasanya kami bermain kelereng. Diantara kami bertiga, guelah yg paling jago dan paling punya banyak kelereng, gue punya kelereng dua kaleng biskuit khong guan. Dan sebuah fakta yang nemarik, untuk menkoleksi kelereng sebanyak itu gue hanya membutuhkan modal Rp500- perak. Kelereng sebanyak 2 kaleng khong guan gue dapat dari setiap permainan yang gue menangkan. "gue jalan duluan ya" kata bunyok, kemudian memantulkan kelereng ke tempat sampah beton dan hasil pantulannya lumayan jauh sampai ke jalan. Selanjutnya munet yang jalan, seperti biasa dia yang paling cupu kalau main kelereng. Sekarang bagian gue, gue pantulkan kelereng dan hasilnya jauh diantara mereka berdua.


Dan sekarang pertandingan ronde pertama dimulai~

Bunyok jalan pertama, dia mengincar kelereng gue yg jaraknya cukup jauh "gue matiin lo ci!!" gumam bunyok... Yang akhirnya meleset dan membuat kelereng bunyok dekat dengan kelereng gue dan ini memudahkan gue untuk menembak kelereng bunyok, kemudian giliran munet si cupu. Gue dan bunyok menyentil kelereng dengan sangar, menggunakan jari telunjuk tangan kiri untuk menahan kelereng dan jari tengah tangan kanan untuk mentil tapi lain halnya dengan munet, dia cuma pakai jari telunjuk tangan kanan saja yang membuatnya seperti banci yang hobinya nyentil-nyentilin kuping orang yang sedang makan di pedagang kaki lima. "gue jalan nih ya" kata munet, dan kelerengnya justru berhenti di dekat gue. Dan gue punya dua mangsa, gue boleh jalan dua kali kalau tembakan gue berhasil mengenai kelereng lawan. 'cetaarrrr' kelereng bunyok tertembak!!!... Tinggal tersisa gue dan munet, tanpa basa basi gue habiskan pertandingan ronde pertama dengan kemenangan.


Berlanjut ke ronde 2~ hasilnya sama, tetap gue yang memenangkan pertandingan sampai permainan selesai. 

"Anjing lo! Anak ingusan sok sok-an main kelereng!!, urusin dulu sana ingus lu!" kata bunyok, sambil mendorong gue dan gue terjatuh ke tanah kemudian gua dieksekusi oleh munet. Mereka masih belum terima kelereng mereka habis karena kalah dengan bocah ingusan seperti gue.


Gue menangis sambil lari ke rumah, dan mengunci kamar rapat rapat, gue menangis sejadi jadinya sambil berbaring di kasur berusaha melupakan kejadian ini yang membuat hari ini menjadi buruk. Lembaran demi lembaran tisu habis untuk mengelap ingus yang tak terkontrol alirannya. Jadi di kamar ada tempat sampah buat tisu, dan semua tisu gue habiskan untuk ingus. 


"ucii~... Ucii~..". Ada orang memanggil gue di depan rumah, dan smamah gue membolehkan mereka masuk. "tok tok tok" seseorang mengetuk pintu kamar gue dari luar. "uci.. Buka pintunya" ternyata mamah. "iya" kata gue sambil membuka pintu. Alangkah kagetnya gue melihat bunyok dan munet berada di belakang mamah dan mamah mempersilakan mereka berdua masuk kamar gue. Bunyok dan munet masuk ke kamar gue, mata mereka langsung tertuju kepada tempat sampah kecil di pojok kamar gue. "lu mastur ci?" tanya bunyok. "mastur apaan?" gue bertanya balik. "col* bego!, berapa kali sehari? Banyak amat tuh bekasnya". Bunyok ngegas. "ohh itu bekas ingus" jawab gue. "ohiya lu mana bisa ngeluarin pej*, palingan kalo lu ngocok anu lu keluarnya ingus" kata bunyok


Gue baru sadar kalo gue lagi marah sana mereka, betapa bodohnya mendebatkan ingus dan sperma. "lu mau ngapain kesini?" tanya gue.

"ohiya Ci, maapin yang tadi pas main kelereng cuma becanda doang" kata bunyok meminta maaf. "iya ci, kelereng kita habis nih, kalo beli di sekolah gope cuma dapet 5 biji". Lanjut munet. Mereka berdua berniat untuk membeli kelereng yang gue punya dan yang menentukan harga dan jumlah kelereng adalah mereka. Biasanya di sekolah Rp500 perak dapat 5 buah kelereng, tapi hanya di gue Rp500 perak bisa dapat 15 buah kelereng dan pembelinya hanya bunyok dan munet, sejak itulah mereka tidak pernah beli kelereng di sekolah dan kelereng mereka akhirnya akan menjadi kelereng gue juga. Dengan kata lain kelereng yg gue punya segitu-segitu aja. Hiks.  Setelah mereka beli kelereng di gue, kami bertiga baikan dan bermain kelereng lagi. Gue selalu menang dan mereka kehabisan kelereng, itu artinya gue dibully lagi karena mereka tidak terima dipecundangi bocah ingusan, kemudian gue nangis pulang kerumah, mereka ke rumah gue minta maaf dan beli kelereng di gue, kita baikan dan bermain kelereng lagi, gue menang lagi, nangis lagi, baikan, musuhan, baikan... Itulah rutinitas kami bertiga.


Hari mulai gelap, gue bersiap tidur supaya mendapatkan stamina yang cukup untuk esok hari. Sambil memikirkan konyolnya kejadian hari ini yang memang sudah menjadi rutinitas. Tapi paling tidak gue masih punya hal membanggakan di hari esok dimana gue percaya musuh-musuh gue disekolah akan berlutut kepada gue

"pasti besok musuh-musuh gue pada minta maap dan ngemis minta di add friend lagi.... Hahaha" ucap gue sebelum tidur..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar